-->

Ads 720 x 90

Gelora dari Blora untuk : Mbah Darto Part 2

Alief Irfan dan Mbah Darto di Padepokan Samin ( Dok. Fasta ) 



2/

Mbah ...

Kami mulai resah

Kekayaan daerah sudah mulai punah

Para penduduknya mulai malu

Mengakui selendang sebagai kekayaan

Mengakuai gamelan sebagai harta warisan

Kasihan nenek moyang ...

Iya kan, Mbah?

Mbah ...

Orang-orang mulai pindah rumah

Mereka berdesakan membangun istana di dunia maya

Yang jarang mengenal sesama tetangga

Apalagi bertegur sapa

Mereka sudah tidak makan nasi

Mereka mengkonsumsi caci maki

Melahap lauk membenci

Cuci mulut dengan profokasi

Mbah ...

Mataku sudah gelap

Saatnya aku ingin melihat seni rupa

Yang kau goreskan di atas kaca

Setidaknya di sana aku masih bisa melihat

Bahtara-kala yang akan menurunkan karma

Bagi siapapun yang telah mengobarkan dusta

Mbah ...

Ayo ngopi barang sebentar

Tenggelam bersama pekat malam

Menyudahi penantian purnama yang tak kunjung datang

Menyelami mimpi garuda yang sudah tidur duluan

3/

Si Mbah ini cucumu yang berhutang jasa kepadamu

Maafkan aku, sampai detik ini belum mampu sepeserp
un membalas itu

Si Mbah ini cucumu yang kerap kau timang dalam pangkuan

Maafkan aku, hingga kini belum sempat sambang dan menghaturkan sayang

Si Mbah ini cucumu datang lantaran deretan aksara

Yang pernah kau ajarkan saat petang mulai datang

Kau berkata "petang inilah bahagia sesungguhnya"

Dengan begitu yakinnya

Aku begitu dungu tanpa kefahaman

Mana ada petang yang membahagiakan

Tapi setelah ku mereguk temaram aku baru mengerti

Petang adalah bertahan tanpa cahaya

Menyalakan hati dalam setiap gulita menggempita

Si Mbah, cukup sekian dulu ...

Sebab aksara selalu berlinang jika harus mengenang tiap pelajaran yang kau 

sampaikan dalam diam

@Alief Irfan

Jenu, 29 Maret 2019

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter