-->

Ads 720 x 90

Gelora dari blora Untuk : Mbah Darto Part 1

Mas Alief sedang meramu tembakau dengan Mbah Darto

Gelora dari blora

Untuk : Mbah Darto
1/

Mbah ini adalah isi hati yang baru hari ini

sempat aku terjemahkan dalam bentuk puisi

Mbah, sejak selangkah menuju singgahsanamu

Aku mulai mengerti apa yang termaktub dari kata sufi

Sungguh aku tak melihat dunia di kediamanmu

Entah dimana kau sembunyikan itu

Mataku terus menerka sembari hati terus menyangka nyangka

Tiada angin tiada mendung

Kau hujani kami dengan pitutur agung

Kami yang gersang dan kering sekejap sudah basah kuyup

Di bawah lentera yang redup

Di luar orang ramai-ramai menyematkan bangga kepadamu

Sedangkan disini kau tutup rapat-rapat mahkotamu itu

Menanggalkan gempita dunia semata

Menyusuri goa sunyi

Yang kau kata, itulah alam sejati

Mbah, mataku menatap iba

tapi aku tahu, sesungguhnya hatiku telah tertipu

apa yang aku saksikan

adalah permata yang dikandung oleh samudra

yang tabah mengandung garamnya

semakin aku mengarungi bahteramu

semakin aku terjengkang atas gelombang riwayatmu

Aku yakin, banyak orang yang senasib denganku

tertipu dengan perasaan kasihan

sedangkan kini aku menemukan

kaulah pemilik kasih terbesar bagi kami anak-anak negeri

Mbah, tembakau yang pernah kau berikan

Memang terbuang bersama angin yang menyilang

Namun semangat juang dalam peracikan

Masih utuh dalam denting ingatan

Dari tangan yang terbiasa menjabat petinggi negara

Kau tak canggung turun tangan

Mengajari meramu rokok anak kembala

Dari paha yang terbiasa duduk di kursi singgah sana

Kau tak malu serasehan bersama pemuda desa

Mbah aku jadi bertanya-tanya

Apa yang kau makan ketika usia muda?

Hingga tua bangka, kau masih mampu mengayuh sepedah

Menaklukan belantara hutan blora

Kami yang muda-mudi merasa malu pada hati

Sebab kami selalu tertinggal jauh

Oleh olah pikir dan kemajuan IT yang lebih dulu kau tapaki

Mbah kau adalah teman bagi anak-anak negeri ini

kau adalah ayah bagi bangsa ini

dan kau adalah ibu bagi siapa saja

yang kepadamu mau menyapa

Mbah ...

Kini negeri sudah tidak seramai dulu


Dimana para penari masih memiliki nyawa untuk hidupnya seni


Pagelaran teater juga sudah tidak murni

Kehebatan dan kemeriahan hanya ajang transaksi

Bersambung ...


Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter