![]() |
Mas Alief sedang meramu tembakau dengan Mbah Darto |
Gelora dari blora
Untuk : Mbah Darto
1/
Mbah ini adalah isi hati yang baru hari ini
sempat aku terjemahkan dalam bentuk puisi
Mbah, sejak selangkah menuju singgahsanamu
Aku mulai mengerti apa yang termaktub dari kata sufi
Sungguh aku tak melihat dunia di kediamanmu
Entah dimana kau sembunyikan itu
Mataku terus menerka sembari hati terus menyangka nyangka
Tiada angin tiada mendung
Kau hujani kami dengan pitutur agung
Kami yang gersang dan kering sekejap sudah basah kuyup
Di bawah lentera yang redup
Di luar orang ramai-ramai menyematkan bangga kepadamu
Sedangkan disini kau tutup rapat-rapat mahkotamu itu
Menanggalkan gempita dunia semata
Menyusuri goa sunyi
Yang kau kata, itulah alam sejati
Mbah, mataku menatap iba
tapi aku tahu, sesungguhnya hatiku telah tertipu
apa yang aku saksikan
adalah permata yang dikandung oleh samudra
yang tabah mengandung garamnya
semakin aku mengarungi bahteramu
semakin aku terjengkang atas gelombang riwayatmu
Aku yakin, banyak orang yang senasib denganku
tertipu dengan perasaan kasihan
sedangkan kini aku menemukan
kaulah pemilik kasih terbesar bagi kami anak-anak negeri
Mbah, tembakau yang pernah kau berikan
Memang terbuang bersama angin yang menyilang
Namun semangat juang dalam peracikan
Masih utuh dalam denting ingatan
Dari tangan yang terbiasa menjabat petinggi negara
Kau tak canggung turun tangan
Mengajari meramu rokok anak kembala
Dari paha yang terbiasa duduk di kursi singgah sana
Kau tak malu serasehan bersama pemuda desa
Mbah aku jadi bertanya-tanya
Apa yang kau makan ketika usia muda?
Hingga tua bangka, kau masih mampu mengayuh sepedah
Menaklukan belantara hutan blora
Kami yang muda-mudi merasa malu pada hati
Sebab kami selalu tertinggal jauh
Oleh olah pikir dan kemajuan IT yang lebih dulu kau tapaki
Mbah kau adalah teman bagi anak-anak negeri ini
kau adalah ayah bagi bangsa ini
dan kau adalah ibu bagi siapa saja
yang kepadamu mau menyapa
Mbah ...
Kini negeri sudah tidak seramai dulu
Dimana para penari masih memiliki nyawa untuk hidupnya seni
Pagelaran teater juga sudah tidak murni
Kehebatan dan kemeriahan hanya ajang transaksi
Bersambung ...
Posting Komentar
Posting Komentar