-->

Ads 720 x 90

LUAPAN RINDU SEPERTIGA MALAM Oleh : Fatabiqul Khoirot - Cerpen - Jejak Putu Lanang



LUAPAN RINDU SEPERTIGA MALAM
Oleh : Fatabiqul Khoirot

Kejadian ini terjadi di sebuah desa yang terletak tidak jauh dari kota. Tepatnya ada di barat kota Tuban. Lingkungan yang dulunya asri dan sepi sekarang mulai ramai dipadati penduduk. Setiap hari akifitasku banyak sama dengan anak-anak biasanya.

Bermain sepak bola itu kesukaanku bersama teman teman, setiap sore selalu bermain bola hingga terkadang lupa waktu sampai-sampai orang tua kita datang dan marah-marah dengan kita. Ha ha ha 

Aku tinggal di rumah bersama bapak, ibu dalam pernikahannya lahirlah tiga anak, putra dua dan putri satu. Aku anak pertama dari tiga bersaudara, kehidupan yang sederhana menyelimuti keseharian kami. 

Maghrib telah tiba seperti biasa setelah maghrib aku berangkat mengaji dengan teman-teman di mushola yang terletak di desa sebelah. Kami mulai berangkat berjalan kaki melewati gelapnya malam. Terkadang ada rasa takut melewati kegelapan itu.

Justru anehnya ketakutan itu berubah ketika suasana perjalanan dibuat lomba lari.
Hai bagaimana kalau kita lomba lari sampai di lampu sana,” ucap temanku.
“Oke, siapa takut,” serentak semua menjawab.
“satu, dua, tiga, lari…” semua berlari.

Akhirnya semua tertawa dan suasana takut menjadi ceria. Kami semua melanjutkan perjalanan ke tempat mengaji.

Selesai mengaji kami semua ikut sholat berjamaah di mushola dengan Kiai.
Sholat berjamaah selesai, kami tak pulang langsung, melainkan Kiai memberikan pengajian
“Orang belajar agama itu wajib, supaya hidup kita di dunia ini lebih terarah, kata Kiai. 
“Selain itu supaya kalian semua kenal siapa itu Allah, maka belajarlah agama dan mulailah belajar berdzikir supaya lidah, hati dan pikiran kita terbiasa ingat sama Allah.” 

“Ayo siapa yang paling kuat duduk bersila, duduk bersila sambil membaca dzikir Allah dengan memejamkan mata, merenungkan sudah benarkah apa yang kita lakukan setiap hari, berbenah  dan mendekatkan diri  kepada Allah agar hati kita terbuka,” tegas Kiai. 

“Belajarlah dengan rajin dan carilah ilmu agama tidak hanya di sini saja supaya ilmu kalian luas dan lebihpaham lagi tentang ilmu agama.”

Pengajian sudah usai lalu kami semua berpamitan untuk pulang, ketika perjalanan pulang candaan, gurauan teman-teman di jalan. 
Sampailah aku di rumah.
“Assalamu’alaikum, ucapku.
“Wa’alaikumsalam,” sahut adikku yang paling kecil
Berbegas menuju kamar. Duduk santai sambil mengangan-angan nasihat Kiai tadi.
Kiai adalah idolaku, orangnya sabar sekali dan baik tidak mudah marah serta ilmunya yang sangat luar biasa. Banyak orang yang kagum kepada beliau.
Waktu mengaji selalu kami lewati bersama-sama sehari-hari hingga suatu hari aku ingin mengamalkan nasihat yang diberikan Kiaiku. Belajar dengan rajin dan carilah ilmu di tempat lain pula. Akhirnya aku memutuskan untuk aktif belajar di luar.
Aku mengikuti banyak sekali organisasi, tak lupa belajar ilmu agama di luar sana. Malam itu pertama kali aku mengikuti mengaji di sebuah Pondok yang pengajiannya dilantunkan sholawat bersama sama dilanjutkan berdzikir. Setelah itu, pengajian kitab yang aku belum pernah mendapatkannya.
Sungguh luar biasa pertemuan malam itu banyak sekali ilmu dan pemahaman baru yang aku dapatkan.
Akhirnya kenal banyak saudara baru dan setiap malam pun aku rutin mengajiKeesokan harinya tiba-tiba aku dimarahin ibuku.
“Kamu ikut ngaji apa pulangnya selalu malam, besok lagi tidak usah ikut ngaji,” kata ibu.
Aku hanya mampu terdiam dan tak mampu menjawab hanya dalam hati ada apa denganku apa yang salah dengan mengaji. semenjak itu hatiku tak karuan dan pikiranku kacau.
Kenapa ibu melarang mengaji padahal mengaji itukan baik tapi kenapa dilarang, Entahlah!
//////

Hari-hari  aktfitas seperti biasa bermain, mengaji di mushola. Namun anehnya semakin hari apa yang aku lakukan selalu salah dipandangan orangtuaku.
“Bermain salah, mengaji salah baik salah, apalagi buruk,” Gumamku.
Pikiranku sudah mulai tak terkendali lagi. Hati gundah membuat resah, aktifitas hari-hari yang bermula ceria berubah menjadi tak beraturan.
Melihat kedua orangtua sedang bersantai dalam hati berkeinginan ingin bertanya kepada ibu, Apa sebanarnya salahku? Sehingga aku memberanikan diri untuk bertanya.
“Ibu mohon maaf sebelumnya aku mau bertanya apa sebenarnya salahku? tanyaku.
“Kamu tidak bersalah, Cuma kamu tidak usah ikut mengaji yang malam itu” kata ibu.
“Kenapa, Bu,” sahutku.
“Pokoknya tidak usah ikut di rumah saja ngaji disini saja,” jawab ibu.
Akhirnya aku terdiam meninggalkan tempat, aku beranjak ke pekarangan rumah sambil merenung. Malam mulai petang suasana malam ditemani rembulan.
Ya Allah apa sebenarnya salah hamba. Kenapa ibu melarangku untuk mengaji Ya Allah padahalkan itu baik untuk memperdalam keimanan hamba Ya Allah.”
Malam itu semakin larut hanya alam dan kepada Allah aku curhat.  Besok harus berbenah diri akan aku tunjukkan baktiku kepada ke dua orangtua.
//////

Hari mulai pagi aku terbangun bergegas mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat berjamaah dimushola dekat rumah.
Setelah berjamaah lanjut dengan Jalan kaki keliling desa.
Hingga tiba di rumah. Ambil sapu dan membersihkan halaman rumah dan menyiram bunga. Berharap ibu mau memaafkanku.
Setelah selesai mandi aku bergegas ganti baju dan siap untuk berangkat sekolah.
Lelah sudah aku lalui pelajaran hari ini. Tiba-tiba ibu aku memarahiku lagi tidak jelas pula apa salahku.
Aku semakin bingung semakin hari semua yang aku lakukan serba salah di pandangan ibuku lagi. Padahal aku dah menanyakan.
Ya Allah berilah hamba petunjuk apa yang harus hamba lakukan.
Air mata kala itu menetes dengan derasnya. Aku tak mampu membendungnya.
Kuberanikan bertanya kepada ibuku yang kedua kalinya
“Ibu apa yang harus aku lakukan supaya tidak serba salah di pandangan ibu?”
Apa yang terjadi ibu malah marah-marah denganku, semakin menjadi-jadi kemarahannya. Aku hanya terdiam dan mendengarkan semua amarahnya.
Hatiku semakin tak karuan dan aku tak mampu membendung tangisanku. Akhirnya aku seketika itu pergi keluar membawa sepedah kesayanganku pergi jauh.
Ku kayuh sepedah itu sambil menangis dan merenung. Apa salahku kenapa selalu serba salah di pandanganibuku. Ku kayuh dan ku kayuh sepedah.
Hingga berhenti jalan dan aku tak tau aku harus ke mana. Sudah tidak ada yang peduli denganku, sudah tidak ada yang mau menerimaku, sudah tidak ada yang mau mendengarkan isi hatiku.
Tibalah aku di sebuah mushola hari itu sudah malam dan sepi. Di sini tempat yang biasa aku singgah ketika membutuhkan ketenangan. hanya tempat ini yang membuatku nyaman dan tentram.
Sembari duduk termenung dan menangis. Entah apa yang harus aku lakukan. hanya mampu berbicara sendiri di dalam hati.
“Ya Allah cobaan apa yang Engkau berikan kepada hamba, hamba tidak kuat Ya Allah. Hamba tidak mampu harus bertengkar dengan ibu.
hari mulai malam hati sudah mulai sedikit tenang.
Aku berjalan mengambil air wudhu, setelah wudhu menuju ke mushola melaksanakan sholat. Namun apa daya ketika waktu sholat tangisanku semakin menjadi-jadi tak mampu aku bendung, mengalir deras. Setiap baitayat yang ku ucapkan selalu teringat ibu, ibu, dan ibu.
Dalam keadaan sholat, aku berdo’a dalam hati.
            “Ya Allah Engkau yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang hanya kepada-Mu hamba memohon do’a. Hamba tidak kuat Ya Allah berilah hamba petunjuk.
“Ya Allah apa yang harus hamba lakukan. Kenapa hamba dilarang mengaji Ya Allah, hamba ingin hidup bahagia dan berbakti kepada orangtua.
“Ya Allah semoga Engkau mendengarkan curhatan hamba. Berilah hamba petunjuk Ya Allah, Amiin.”
Lega rasaya malam itu, semua keluh kesah sudah aku panjatkan kepada Allah SWT. Pikiran sudah mulai tenang dan hati pun juga ikut tenang.
Mulai besok harus nurut apa kata kedua orangtua. Apa saja yang di minta akan aku turuti.
Tiba-tiba dari kejauhan nampak ada seseorang yang mengayuh sepedah mendekatiku.
Kupandang terus. Ternyata tak disangka yang datang bapak.
“Kamu di sini, bapak cari ke mana mana di tempat kamu tidak ada. Di tepi pantai yang biasa tidak ada, digubug yang biasa juga tidak ada, akhirnya bapak ke sini.
“Ada apa denganmu, tiba tiba tadi ke luar rumah setelah berbicara dengan ibumu.
“Hemm… Aku tidak tahu pak, aku bingung semua yang aku lakukan serba salah di pandangan ibu. Aku melakukan ini salah melakukan itu salah, aku binggung pak!”
“Sudah tidak usah binggung sekarang ada bapak yang menemanimu, berperilakulah yang baik dan nurut saja sama ibumu buat hatinya senang, berbaktilah supaya kamu mendapatkan ridhonya”
“Kamu ingatkan surga itu ada di telapak kaki ibu, ridho-Nya Allah juga ridhonya kedua orangtua maka berbaktilah kepada orangtua supaya kamu mendapatkan ridhonya.
“Iya Pak, maafkan aku ya sudah membuat bapak cemas hingga mencariku ada di sini”
“Sudah bapak maafkan, tidak usah cengeng katanya jagoan masak Jagoan nangis.”
Aku ketawa dan bapak mengajakku untuk pulang kembali ke rumah.
Hidupku semakin semangat dan ingin mendapatkan ridho ke dua orangtuaku semakin kuat. Apa yang diperintahkan orangtua selalu aku lakukan dengan senang hati. Disuruh belanja, membantu mencuci piring dan membantu jualan ibu, aku lakukan dengan senang hati.
Tiba-tiba di sekolahan aku mendapat masalah dengan temanku. Entah kenapa ada orang yang selalu mengancam dan membuat hidupku resah sampai ada guru di sekolah hingga marah-marah denganku. Karena dituduh yang tidak-tidak.
Aku sudah berusaha menjelaskan. Namun malah semakin dimarahi.    Dengarkan saja apa yang diucapkan setelah selesai, aku bergegas meninggalkan tempat dan menenangkan diri di kantin. Setelah tenang waktu mulai siang waktunya pulang.       
Sepedah pancal ini yang paling setia denganku, menemaniku kemanapun.
Tibalah di rumah dan melakukan aktifitas seperti biasa. Entah ada apa saya tidak tahu. Tiba-tiba ibuku marah tidak jelas dan membuatku gelisah. Argghhh...
Ibu marah karena aku tidak mau membantunya padahal setiap hari sudah membantu dengan tulus ikhlas masih saja dimarahi. Kelakuanku sudah tidak tenang lagi. Hari itu aku menjadi nakal. Sering pulang malam.

//////

Hari-hariku sering di luar dan jarang sekali di rumah pengawasanku semakin tidak terarah lagi aku tidak mendengarkan nasihat-nasihat itu lagi.
Kegiatan di luar semakin asyik hingga aku larut mencari pelampiasan hingga lupa waktu. Sampai dulu rajin sholat sekarang mau sholat rasanya malas sekali.
Aku hanya butuh kenyamanan dan bahagia. Aku apa saja aku lakukan biar hatiku senang. Asal banyak teman bisa ketawa bersama aku bahagia.
Waktu sudah menunjukkan sholat temanku yang ada alumni pondok mengajak.
“Ayo sholat, kamu belum sholatkan.
“Aku nanti saja, kamu duluan saja sholatnya,” sahutku dengan raut malas.
Keseruan dan gurauan itu hingga membuatku lupa sampai waktu habis larut dengan rasa malas tidak melaksanakan sholat.
Hari-hariku semakin serasa hati ini ada yang kurang dulu yang selalu nyaman. Sekarang jarang sekali aku gunakan untuk sholat dan berdzikir kepada Allah.
Aku sadar apa yang aku lakukan salah. Tapi entah kenapa hati ini tidak mau diajak untuk sholat.
Ajakan sholat terus berdatangan.
Kamu aku perhatikan kamu diajak sholat tidak mau. Ayo sholat sana,” rayu temanku. 
Entah kenapa seorang wanita dengan ajakan lembut mampu menggugahkulalu aku turuti ajakannya. Setelah selesai sholat dia berkata padaku.
“Suara kamu bagus ya, kenapa kamu tidak mau kayak dulu lagi.
Aku hanya terdiam dan tersenyum.
Kenapa senyum,” sahut temanku.
Semua tinggal masa lalu,” jawabku.
Sssssttt… tidak boleh begitu kamu harus berubah.”
Namun aku hanya tersenyum saja. Dan kembali berkumpul bersama teman-teman.
Setelah mendengarkan perkataan cewek tadi aku beranjak menyendiri mulai melamun, Benar juga ya yang dikatakan cewek tadi dulu aku anak yang rajin sholat, tidak pernah telat sholat. Tidak sholat saja takutku tidak karuan khawatir siksaan di neraka. Tapi hatiku tetap sama saja sudah tak berdaya lagi.
Cintaku juga sudah tidak karuan dan beralih perasaan itu menjadi nafsu.
Aku juga sempat berfikir ingin sekali merasakan sebuah kisah indah merasakan cinta seperti dulu. Selalu menyebut nama Allah di setiap sujud malamku. Namun apa daya hati ini terasa keras sekali, itu hanya masa lalu.
Hingga suatu malam ketika aku tidur dengan pulas. Aku bermimpi ada sebuah keranda mayat. Sentak aku kaget dan bangun dari tidurku. Huuhh... Mungkin aku belum berdo’a. lantas aku berdo’a dan melanjutkan tidurku.
Keesokan paginya aku selalu berfikir apa maksud dari mimpi itu. hidupku semakin resah dan khawatir apa Allah mau mencabut nyawaku.
Ah, sudahlah mungkin hanya bunga tidur. Cuek aja!
Ketika malam tidur. Berharap mimpi indah ketemu cewek dan mau menerimaku. Setelah aku melamun dengan berimajinasi. Aku mulai mengantuk dan tertidur.
Malam sudah mulai larut. Aku Kaget dan terbangun lagi melihat jam masih sekitar pukul 02.00 hatiku berdetak kencang. Sentak aku terbangun ternyata aku mimpi mati lagi. Aku semakin sedih mimpi ini hingga tiga kali yang aku alami.
Hati ini semakin resah, rasa takut akan kematian semakin menjadi-jadi. Gelisah
Entah apa yang aku fikirkan.
“Ya Allah apa maksud dari mimpiku ini. Kenapa sampai mimpi mati tiga kali.”
Aku termenung dan melamun hingga pagi hari.
Pikiranku semakin melayang-layang. Takut, gelisah apa saya mau dicabut nyawa hamba.
Demi mengatasi kegelisahanku itu aku berjalan dan mencari tempat yang tenang menuju tempat biasa di tepi pantai yang biasa aku gunakan untuk menenangkan diri. Bertanya-tanya pada diriku sendiri. Apa maksud dari mimpi itu.
Aku mengamati semua yang ada di sekitarku. Melihat gelombang air laut. Burung kecil yang terbang kesana kemari ada yang berkicau, membuat rumah dan lain sebagainya.
Terlintas dari kejauhan aktifitas nelayan dan pencari ikan menggunakan jaring.
Tiba-tiba dari kejauhan sana terihat ada seorang kakek yang tua renta. Aku amati lebih jelas lagi ternyata beliau sedang melaksanakan sholat. Sentak hatiku terpukul.
“Ya Allah apa maksud dari semua ini. Apa ini yang disebut peringatan dari-Mu Ya Allah?
Tanpa kusadari tetesan air mata mengalir di pipiku. Hatiku tersentuh. Seorang kakek-kakek yang sudah tua dalam keadaan seperti itu masih mampu menjalankan ibadah sholat. Astaghfirullaaaah…
Sungguh berdosa diriku ini. Aku semakin termenung. Apa ini peringatan keras dari-Mu Ya Allah.
Dalam sekejap teringat guruku dari kecil yang membimbingku mengaji dari awal. Namun beliau sudah wafat di umur yang muda. Hatiku semakin tak karuan.
Ya Allah kuatkanlah hamba apakah ini peringatan keras!
Semenjak itu aku berbenah diri dan bergegas mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat.
Ketika perjalanan terlihat dari kejauhan ada keramaian seperti ada sebuah pengajian umum. Lantas aku tak banyak berfikir memutuskan untuk berhenti dan mendengarkan ceramah.
Dengan seksama aku mendengarkan ada sebuah perkataan yang membuatku sangat terpukul.
“Kita hidup di dunia ini hanya sementara, semua perbuatan yang dilakukan di dunia akan dipertanggung jawabkan kelak nanti di akhirat, hidup di dunia jika ingin selamat peganglah teguh ajaran yang ada di dalam Al Qur’an jika kamu tidak mampu mempelajarinya. Belajarlah kepada guru atau Kiai “
Sentak aku teringat guru dan Kiaiku yang biasanya mengisi hari-hariku dengan ucapan kata indah yang menentramkan jiwa.
“Manusia mendapat cobaan dalam hidup itu pasti. Terkadang manusia tidak sadar, bukan berarti cobaan itu hanya berlaku pada orang yang miskin, namun kaya itu juga termasuk cobaan semua yang ada di dunia ini adalah cobaan.
“Ada pepatah yang mengatakan semakin tinggi pohon, Maka semakin kencang pula terpaannya. Ingatlah Allah menguji kita semua karena Allah akan menaikkan derajat manusia tersebut. Allah tidak akan menguji suatukaum jika tidak sesuai kemampuannya. Maka jika kalian semua masih diuji Allah. Berarti anda dianggap mampu dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Hati semakin tenang dan pikiran semakin cerah. Astagfirullahal’adzhim sudah berapa dosa yang aku lakukan selama ini. Hemm… 
pengajian usai aku melanjutkan perjalanan untuk pulang. Hari sudah mulai larut malam langsung pulang. 
Tibaku di rumah dengan hati yang tenang melihat di kamar ada sebuah sajadah indah yang memanggil hatiku. Ku segerakanlah mengambil air wudhu, sepertiga malamku ini aku menunaikan sholat dua rokaat danmemanjat do’a.
“Ya Allah Maafkan kesalahan hamba yang berlumur dosa. Hamba adalah manusia yang hina, maafkan semua kasalahan hamba, manusia tempatnya bersalah. Hamba sadar ya Allah apa yang sudah hamba lakukan itu salah, dan hamba berjanji tidak akan mengulangi kembali.”
Sembari berdzikir kepada Allah dan mendekatkan diri kepada Allah.
Tetesan air mata semakin mengalir setelah sholat aku melihat situasi rumah. Ku lihat  ke kanan dan ke kiri ku lihat di sudut sana duduk kedua orangtua. Aku berlari menghampiri kedua orangtuaku.
“Bu maafkan anakmu ini, karena sudah membuat ibu dan bapak resah.”
“Bapak sama ibu sudah memaafkanmu. Sebetulnya tidak ingin terjadi apa-apa padamu, karena ke luar malam-malam bukan berarti ibu tak sayang padamu. Hanya saja, khawatir pada kesehatanmu dan tidak ingin kamu terjerumus kepada kelompok-kelompok tertentu yang membuat paham yang sesat.”
Air mata mengalir semakin deras aku bersujud di telapak kedua orangtuaku. Terdiam sekejap, orangtuaku memeluk.  
Sekian




Related Posts

There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter